PT Adani Global Ingkar Janji
Bulungan - Nasib Kelompok Tani Satu Padu Kecamatan Pulau Bunyu benar-benar terkatung-katung. Sekian lama menunggu, hingga kini titik terang penyelesaian ganti rugi lahan dari PT Adani Global masih belum jelas. Padahal permasalahan ini telah bergulir hampir dua tahun, atau tepatnya sejak tanggal 9 September 2009 saat diadakannya pertemuan antara Kelompok Tanis Satu Padu dengan pihak perusahaan.
Saat itu, PT Adani Global yang melakukan kegiatan penambangan batu bara di Pulau Bunyu memasukan lahan garapan milik Kelompok Tani Satu Padu kedalam Kuasa Penambangannya. Tentu saja, mengetahui lahan ‘diserobot’ kelompok tani ini pun tidak terima. Mereka menuntut ganti untung.
Jalan kekeluargaan sesuai sesuai prosedur yang berlaku pun ditempuh pada tanggal 9 September 2009. Namun belum ada kesepakatan apapun yang dihasilkan dalam pertemuan pertama itu. Tanggal 26 Sepetember, kembali pertemuan digelar antara kelompok tani dengan perusahaan yang difasilitasi Camat Pulau Bunyu. Dalam pertemuan itu disepakati akan diadakan pengukuran batas-batas lahan antara milik kelompok tani dengan perusahaan. Pengukuran titik koordinat dilakukan pada tanggal 29 September 2009, disaksikan Camat Pulau Bunyu. Dari hasil pengukuran itu diketahui bahwa memang PT Adani Global telah memasukan lahan kelompok tani kedalam waliyah ekspolitasi tambangnya.
Berdasarkan pengukuran itu, perusahaan pun bersedia untuk memberikan ganti untung kepada kelompok tani. Namun pada tanggal 14 Desember 2009 saat para anggota kelompok tani menanggih ganti untung yang dijanjikan perusahaan, staf PT Adani Global yang diutus mengatakan bahwa ganti untung telah diberikan perusahaan kepada salah satu anggota kelompok tani. “Tapi staf itu tidak bisa menunjukkan bukti pembayaran ganti untung tersebut. Sementara anggota kelompok tani yang dikatakan sudah menerima ganti untung, tidak jelas keberadaannya,” ungkapnya Sekretaris Kelompok Tani Satu Padu Pulau Bunyu Mansur kepada Eksekutor belum lama ini.
Mendapat pengakuan dari staf PT Adani Global itu, tentu saja pihaknya sangat kecewa. Karena lahan garapan yang selama ini menjadi ladang penghasilan mereka diserobot begitu saja. Sementara ganti untung yang seharusnya bisa untuk membuka usaha lain tidak jelas diterima oleh siapa. Atau memang tidak ada niat dari perusahaan untuk membayarnya.
“Seharusnya lahan kami yang masuk kedalam izin KP Pertambangan diganti rugi, namun hanya kekecewaan yang kami diterima. Sudah cukup kami mengikuti pengukuran kembali titik koordinatnya, ada bukti berita acaranya, namun jawaban yang kami terima sungguh tidak masuk akal,” keluh Mansur.
Ia juga mengaku dirinya bersama beberapa anggota Kelompok Tani Satu Padu telah beberapa kali mendatangi kantor PT Adani Global yang berpusat di Kota Tarakan. Tapi tidak pernah mendapatkan titik terang. Keluhan yang sama juga disampaikan kepada Bupati Bulungan, namun juga tidak ada jawaban atau tanggapan.
Akhirnya atas kesepakatan seluruh anggota Kelompok Tani Sati Padu, mereka meminta DPRD Kabupaten Bulungan memanggil PT Adani Global untuk hearing menyelesaikan permasalahan yang terjadi. “Saat itu surat kami diterima langsung bapak Ketua DPRD H Hasbullah pada tanggal 29 Mei 2010. Beliau berjanji siap membantu, hanya saja saat itu beliau meminta kami untuk bersabar karena pada juni 2010 ada kegiatan Pilkada,” beber Mansur.
Paham akan kondisi yang saat itu memang tengah dilaksanakan kegiatan pemilihan kepala daerah (Pilkada), masyarakat kelompok tani pun menerima dan bersabar menunggu realisasi pertemuan dengan PT Adani Global yang difasilitasi DPRD Bulungan. Namun janji tinggal janji, hingga saat ini rencana pertemuan yang difasilitasi DPRD itu belum terlaksana. “Kami jelas bertanya-tanya, kenapa tidak ada tanggapan dari dewan, apakah mereka takut membantu kami karena yang dihadapi adalah perusahaan asing besar yang beroperasi di Bulungan ini ? kami tidak tahu harus mengadu kemana lagi. Mungkin hanya kepada Tuhan kami bisa mengadu,” ucapnya lirih.
Mansur juga mempertanyakan mengapa izin KP bisa terbit. Seharusnya menurut dia, dikeluarkan izin KP berarti lahan tersebut idak bermasalah dan didalmnya tidak ada lahan garapan milik masyarakat. “Seharusnya, sebelum izin KP terbit ada PS (Pengumuman Setempat) yang diketahui oleh Camat, Koramil, Kapolres, Kapolsel, Lurah/Kades serta tokoh masyarakat setempat. Jadi sebelum izin KP ada sosialisasi kepada warga oleh camat. Tapi terhadap lahan kami, sama sekali tidak ada PS maupun sosialisasi,”katanya.
Jika memiliki prosedur yang ada lanjut Mansur, untuk menerbitkan izin KP ada tahapan izin berupa Surat Keterangan Izin Peninjaun (SKIP) yang akan ditingkat ke Penyelidik Umum (PU). Namun sebelum PU terbit harus ada Pengumuman Setempat (PS). Dari PU ke eksplorasi pun harus ada PS. Sementara yang menjadi bagian penting dalam proses penerbitan perizinan KP agar lahan tidak tumpang tindih adalah di bagian Sistem Informatika Geografi (SIG). Dari SIG ini diketahui, apakah lahan yang akan masuk KP ada pemiliknya atau tidak.
Sementara lahan Kelompok Tani Satu Padu yang diklaim PT Adani Global masuk dalam wilayah kuasa penambangnya adalah lahan perkebunan dengan Hak Perwatasan. Ada surat penyataan pengakuan menggarap sebidang tanah negara bebas atas nama Kelompok Tani Satu Padu. Lahan seluas kurang lebih 87,717 hektare itu dibuka sejak tahun 1994 diketahui Kepala Desa Jhony Sikombong.
“Sebenarnya kami hanya minta seluas 87 hektare itu untuk diganti rugi, tapi sudah dua tahun kami menunggu hingga sekarang belum ada kejelasan,”pungkas Mansur. Sementara itu, ketika Eksekutor mencoba mengkonfirmasi hal ini kepada Direktur PT Adani Global Didi Marsono, selalu tidak ada ditempat. SMS yang dikirim Eksekutor pun tidak mendapat jawaban. Manurung
0 komentar:
Posting Komentar