Kasus Korupsi di Kaltim
Kasus Korupsi di Kaltim Terkatung-katung
Kejaksaan tinggi Kaltim menunggak puluhan kasus korupsi,
dengan dalih kurangnya penyidik.
Puluhan kasus korupsi seperti hanya dugaan penyimpangan dana
operasioanal Bupati Kukar,
mark up proyek pengadaan mobil/laptop di Balibanda Kaltim,
tiga kasus RSUD dan kasus korupsi lain yang menyebabkan
kerugian negara hampir Rp 1 triliun, hingga kini terkatung-katung.
Kaltim - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim saat ini seperti sedang memikul beban berat, utamanya dalam memutuskan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi yang mereka tangani. Paling tidak ada 10 kasus tunggakan dari 2010 yang belum tuntas penyidikannya. Belum lagi, adanya beberapa kasus baru diungkap yang juga memerlukan penanganan.
Ke-10 kasus tunggakan itu diantaranya dugaan penyimpangan dana operasional Bupati/Wakil Bupati Kukar tahun 2005 sebesar Rp 2,9 miliar. Dugaan penyimpangan dalam kasus ini diketahui dari pertanggung jawaban bupati/wakil bupati kukar tahun 2005, di mana tunjangan Pj. Bupati Hadi Sutanto perbulan saat itu sangat fantastis.
Terdiri dari tunjangan jabatan sebesar Rp 155.190.000,-, tunjangan rumah tangga Rp 57,265.000, dan tunjangan kesehatan Rp 18.750.000. kasus ini disidik Kejati Kaltim sejak tahun 2009 dan 5 orang telah ditetapkan menjadi tersangka pada tahun 2010, namun tahun ini prosesnya tidak menunjukan perkembangan.
Kemudian dugaan mark up proyek pengadaan mobil/laptop di Balidbangda Kaltim tahun 2006 senilai Rp 800 juta. Kasus ini disidik Kejati tahun 2009 dan pada tahun 2010 empat orang ditetapkan menjadi tersangka. Namun prosesnya juga tidak menunjukan perkembangan. Selanjutnya dugaan mengenai penyimpangan dana oprasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim sebesar Rp 2,4 miliar. Kasus yang dinilai tumpang tindih penganggaran itu diselidiki Kejati Sejak tahun 2007 hingga kini belum ada kejelasan.
Begitu juga menyangkut dugaan penyimpangan Dana Pengembangan Fakultas (DPF) di Universitas Mulawarman (Unmul). Disidik sejak 2010 dan hingga kini belum menunjukan perkembangan. Posisi kasus tersebut, terkait kebijakan pungutan DPF yang diterapkan Unmul sejak tahun 2006. Kebijakan ini terindikasi bertentangan dengan ketentuan Penerimaan Bukan Pajak (PNPB), dimana setiap mahasiswa baru membayar Rp 1 juta hingga Rp 12,5 juta per tahun. Padahal Unmul sudah memperoleh suntikan dana dari APBD dan APBN mencapai 200 juta pertahun.
Demikian juga dengan tiga kasus RSUD milik Pemprov Kaltim (RSUS AW Syahranie Samarinda, RSUD Kanujoso Balikpapan, dan RSUD Tarakan) total nilai RP 119 miliar. Pendapatan ketiga rumah sakit tersebutlangsung dikelola dari tahun 1999-2009. Hanya dalam perjalannya, status ketiga rumah sakit tersebuttelah berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yang memungkinkan pendapatn dikelola langsung manajemen rumah sakit. Kasus ini dilaporkan anggota DPRD Kaltim ke Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) tahun 2010 untuk ditindak lanjuti, namun hingga kini belum ada perkembangan.
Khusus untuk proyek penyimpangan pada proyek normalisasi Sungai Mahakam Tahun 2005 senilai Rp1,1 miliar telah dihentikan penyidikannya karena kejaksaan kesulitan menghitung volume specimen hasil pengerukan. Soal dugaan penyimpangan pengadaan bank tanah tahun 2003-2005 oleh Pemkot Samarinda, disidik tahun 2010. Penanganan kasus ini sempat mengalami perkembangan dengan ditetapkannya tiga tersangka. Demikian juga dengan proyek Polder Gang Indra di Kelurahan Air Putih senilai Rp 43,2 miliar. Kasus yang disidik sejak akhir 2010 sempat mengalami kemajuan namun kemudian redup kembali seiring dengan menculnya kasus baru.
Bagaimana dengan kasus penyimpangan bantuan dana bergulir koperasi dan MAP dari APBN tahun 2004 ?. kasus yang disidik sejak 2010 dan melibatkan tiga tersangka ini memang menjadi perhatian. Hasilnya satu orang tengah disidangkan dengan Pengadilan Tipikor, satu orang masih tahap 2 di Kejari Balikpapan dan satu orang telah diturunkan statusnya menjadi saksi karena tidak cukup bukti.
Demikian juga dengan kasus dugaan penyimpangan dana operasional DPRD Kukar tahun 2005 senilai Rp 2,98 miliar. Sebanyak 38 pimpinan dan anggota DPRD Kukar periode 2004-2009 yang ditetapkan menjadi tersangka dengan tuduhan sengaja menerima pembayaran garuda untuk 9 item kegiatan yang sama. Kini 31 diantaranya telah dilimpahkan kejati Kepanuntutan (29 dalam proses persidangan).
Khusus untuk produk Kejati tahun 2011 diantaranya mengenai dugaan mark up proyek pengadaan PLC di Disdik Kaltim yang merugikan keuangan negara Rp 5,7 miliar. Penyidik dalam hal ini menetapkan tiga tersangka. Satu diantaranya sudah dilimpahkan kedalam proses. Kemudian dugaan penyimpangan Bansos Kukar 2010 senilai Rp 108 miliar. Kejati telah menetapkan 19 tersangka dan kini dalam proses pemberkasan untuk menjadi penuntutan.
Dua kasus terbaru yang mengemuka di Kejati terkait dugaan penyimpangan dana jaminan reklamasi pertambangan batu bara. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan. Kemudian dugaan penyimpangan dana bantuan Pemprov Kaltim ke Pemkot Samarinda sebesar Rp 225 miliar. Bantuan keuangan ini diusut, karena belum dipertanggung jawabkan Pemkot. Sementara masa anggaran 2011 akan segera berakhir. Kasus ini juga masih dalam tahap penyidikan.
Terhadap kasus-kasus yang masih mandek, Kejati Kaltim Faried Harianto enggan berkomentar. “Belum ada berita,” katanya kepada wartawan. Namun demikian ada yang menyebut Kejati sengaja memilih diam ketimbang menanggapi keluhan beberapa elemen masyarakat.
Alasanya senderhana, ia menghindari penanganan jadi polimik di mata publik. Maklum sering kali ada pernyataan saling balas-balasan di media, yang kadang malah lepas dari konteks.”Kalau demikian orang yang suka berbicara jadi enak, karena dia akan terkenal. Kalau penyidikan tidak perlu dikenal,” ujar salah seorang pejabat di Kejati kaltim yang tidak mau disebut namanya.
Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspisus) Kejati Kaltim Risal NF sebelumnya mengatakan pihaknya sulit memproses seluruh kasus sekaligus. Penanganan kasus terhadap, karena banyak sekali kasus yang ditangani, sementara personil jaksa terbatas. “Kami sesungguhnya perlu tambahan jaksa penyidik, tapi malah sudah ada yang ditarik dua orang sampai kini belum ada gantinya,” tuturnya.
Karena kekurangan jaksa penuntut itulah, pihaknya menetapkan skala prioritas. Dengan cara itu bukan berarti ada kasus yang akan diabaikan. Artinya didalam penyelesaian harus ada fokus terhadap satu kasus baru berahli ke yang lain.
Sementara itu, Gerakan Pemuda Rakyat Kaltim (Gepak) mengaku mengapresaiasi kinerja kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi. Namun demikian, Gepak tidak setuju jika penanganan kasus korupsi tidah dibeberkan ke public. “Sebab kalau ada kasus yang ditutup-tutupi, masyarakat akan curiga. Kami juga perlu tahu, seperti apa penanganan kasus itu termasuk kendala yang dihadapi,” kata Ketua Gepak Samsudin.
Gepak mesinyalir penanganan kasus akhir-akhir ini terkesan hanya cari aman. “Artinya, kasus yang diproses hanya yang dikira-kira tidak akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Kalau yang diusut arang berpengaruh didiamkan. Itu masalahnya,”katanya. Manurung
0 komentar:
Posting Komentar