Status KBK Ganggu Lahan Warga
Malinau - RT/RW belum dirubah, kepentingan warga sudah terbengkalai. Padahal, perubahan
itu dipastikan bakal mengganggu kepentingan yang mendasar dari warga itu
sendiri. Ini disampaikan Sekretaris Komisi I DPRD Malinau Lewi Yudan . Jadual perubahan itu sendiri menurutnya terus
molor.
Sedang terganggung kepentingan warga itu bisa
dilihat dari kondisi masyarakat yang
berada di 12 desa di Kecamatan Malinau Utara.
“Mereka
berada bisa dikatakan ada diwilayah kota. Tapi karena status KBK menyentuh
sampai pokok tiang rumah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa,” tegas Lewi Yudan
kepada Patroli belum lama ini.
Ditegaskan
Lewi Yudan hampir semua kawasan pemukiman warga, perkebunan dan sejumlah
kompleks perkantoran pemerintah, sekolah dan kampus berada dikawasan berstatus
KBK. Karena status itulah warga yang bermukim dan memiliki lahan disana
kesulitan memaksimalkan penggunaannya, baik pengunaan langsung untuk perkebunan
dan pertanian, maupun pengunaan lainnya secara tidak langsung.
Selama dua
periode duduk menjadi anggota dewan, tegas Lewi Yudan, dia dan lembaganya
selalu mendapat keluhan masyarakat terkait dengan status kawasan yang dianggap
warga telah memerangus hak mereka untuk memanfaatkan dan mempergunakannya. “
Mereka telah puluhan bahkan ratusan tahun tinggal di sana. Tapi mau buat surat
tanah yang ada di bawah rumah saja mereka susah!” tegasnya.
Lewi Yudan
yang ketua adat Tagol ini mencontohkan keluhan sekaligus pengaduan warga sana
yang tidak bisa menyertifikatkan tanah bangunan mereka. “Padahal mereka mengaku
pembuatan sertifikat atau surat tanah itu buat dijadikan agunan ke bank untuk
modal usaha. Itu kan inisiatif yang baik untuk peningkatan ekonomi mereka tanpa
harus melulu bergantung pada pemerintah. Tapi gagal hanya karena status yang
diterapkan Negara. Pertanyaannya sampai kapan mereka menunggu ? apa pemerintah
pusat mau menjamin kehidupan mereka?” tegas Lewi Yudan.
Kondisi
demikian, imbhnya, berdampak kurang bagus terhadap pemerintah daerah. Dikatakan
Lewi Yudan, tak bisa dipungkiri adanya sebagian masyarakat yang berpikiran
bahwa kewenangan untuk itu ada di pemerintah daerah. “Masyarakat kan tidak tahu
apa-apa. Tahunya hanya pak bupati (Yansen TP). Jadi ketika ada masalah yang
kena pemerintah disini. Padahal pak Bupati tidak punya kewenangan untuk
mengubah status lahan atau menetapkan RTRW,” ungkap Lewi.
Lebih lanjut
Lewi melanjutkan masih melekatnya status KBK dapat berdampak pula pada
terhambatnya program-program pemerintah. Yang jelas, sebutnya, pembangunan di
sector perkebunan dan pertanian yang menjadi basis kehidupan dan perekonomian
masyarakat setempat. “selalu, akan berbenturan dengan status kawasan meskipun
penggunaannya untuk hanya demi kepetingan hidup masyarakat. Artinya program
pmerintah dengan Gerdema dapat juga terhambat,” tegasnya lagi.
Oleh sebab
itu, Lewi Yudan, mengharap agar permasalahan RTRW ini segera dituntaskan
pemerintah pusat sehingga masyarakat dapat memaksimalkan penggunaan tanah yang
mereka miliki. “Itu tuntutan mereka untuk pemerintah pusat. Hanya untuk
meningkatkan kehidupan mereka. Ya, Diperhatikanlah. Kecuali kalau pemerintah
pusat mau menjamin segala kehidupan mereka,” pungkasnya. AR
0 komentar:
Posting Komentar