Dakwaan Tidak Terbukti, Dua Kurator ”Harus Bebas”
Gedung Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat |
Jakarta - Dua orang kurator kepailitan PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI), Tafrizal Hasan Gewang dan Denny Azani Baharuddin Latief, terancam pidana penjara 15 tahun bui. Kedua kurator itu dituding melakukan penggelapan sejumlah uang hasil penjualan aset, pemalsuan surat dan pencucian uang dalam mengurus boedel pailit.
"Terdapat selisih uang yang dikuasai oleh para terdakwa sejumlah Rp 10.858.086.210 yang semestinya menjadi hak para kreditur PT SPI (dalam pailit) sejumlah 2.184 kreditur tetapi tidak dibayarkan oleh para terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum, Umaryadi, dalam dakwaannya sebagaimana wartawan dapat dari lembar dakwaan di PN Jakpus, Jalan Gajah Mada.
Menurut JPU, kasus ini bermula saat perusahaan yang diduga merugikan nasabah dalam berinvestasi ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) sejak 8 Mei 2007 lalu. Pada 27 November 2008, Tafrizal dan Denny menjual harta pailit SPI, Hotel Podomoro dan New Golden Time Restoran senilai Rp 25,1 miliar kepada Jhonny Widjaja melalui lelang di bawah tangan.
Dilanjutkan JPU, hakim pengawas PN Niaga Jakpus Makkasau pada 30 Agustus 2009 mengeluarkan keputusan agar kurator membagikan hasil penjualan aset tersebut kepada para kreditur. Namun, kedua terdakwa mengaku hasil penjualan aset hanya mencapai Rp 20,1 miliar. Dengan begitu terdapat selisih penjualan aset senilai Rp 5 miliar.
Selain itu, sambung JPU, terdapat pos pengeluaran yang tidak sesuai dengan peruntukan yang dibuat oleh kedua terdakwa, seperti fee kurator, pajak dan tunggakan listrik senilai Rp 1,62 miliar. Lalu pos pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, seperti investigasi pelacakan aset, pelunasan gaji security, dll, senilai Rp 4,12 miliar.
Total uang yang diduga ditilep oleh kedua terdakwa mencapai Rp 10,85 miliar. Sementara para kreditur yang berjumlah 2.184 hanya mendapatkan Rp 8,19 miliar sebagai pelunasan utangnya.
"Laporan pembagian tahap kedua tangal 8 Juli 2009 yang menjadi dasar terbitnya penetapan Pengadilan Niaga serta pelaksanaan pembayaran kepada kreditur adalah surat atau laporan yang tidak benar atau bertentangan dengan keadaan sebenarnya," ucap JPU.
JPU menambahkan, Tafrizal menerima transfer senilai Rp 1,55 miliar dan Denny menerima transfer senilai Rp 1,35 miliar sebagai uang muka pembelian aset tersebut dari Jhonny. Penerimaan uang ini dinilai ilegal karena belum mendapatkan persetujuan hakim pengawas.
"Setiap uang hasil penjualan asset PT SPI harus ditampung dalam rekening bersama yang harus dilaporkan kepada hakim pengawas," ujar JPU.
Atas perbuatan ini, mereka diancam pidana maksimal 15 tahun bui itu berdasarkan dakwaan subsidair terhadap terdakwa, Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 25/2003 tentang Pencucian Uang. Kendati begitu, dakwaan primair terhadap Tafrizal dan Denny adalah Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang penggelapan dan Pasal 263 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat.
Kasus ini berdasarkan laporan Arifin Tunggala ke Mabes Polri pada 20 Mei 2010 lalu dengan nomor laporan LP/333/V/2010/ Bareskrim. Arifin melaporkan dua kurator PT SPI, Tafrizal Hasan Gewang dan Denny Anzany B Latief, karena diduga telah melakukan tindak pidana penggelapan dengan cara tidak menyerahkan harta pailit PT SPI secara penuh sesuai dengan keputusan hakim PN Jakpus.
Sidang perkara ini telah mencapai agenda pembacaan eksepsi, Senin (19/12). Kedua terdakwa menyanggah proses jual beli dalam rangka pemberesan harta pailit itu bisa dipidana. HN
0 komentar:
Posting Komentar